Kaderisasi
Kaderisasi
Mendengar kata kaderisasi
menjadi suatu hal yang umum dikelompok manapun. Kaderisasi diartikan sebagai
suatu proses penanaman nilai-nilai yang dianut dan dipahami oleh suatu kelompok
tertentu. Sebagai contoh saat seorang anak manusia mengeluarkan tangisannya
pertama kali di muka bumi. Saat itulah anak manusia tersebut akan mengalami
proses kaderisasi. Dia akan diberikan pemahaman mengenai nilai-nilai yang ada dalam
keluarganya. Perilaku dan perkataan akan senantiasa ditiru oleh si anak. Hingga
beranjak remaja dia akan mengikuti proses kaderisasi yang ada di sekolah dan
lingukangan sekitarnya. Proses ini akan berlangsung tanpa disadari oleh si anak.
Ketika sudah dewasa, kita
akan dihadapkan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi yang kita
inginkan. Di sana kita akan belajar bagaimana menjadi seorang mahasiswa yang seutuhnya. Termaksud
dalam hal ini dengan proses kaderisasi yang menjadi fenomenal dibeberapa
perguruan tinggi. Kaderisasi selain untuk penanaman nilai juga ajang untuk
menyambut kelurga baru dalam sebuah organisasi. Tentunya untuk masuk dikeluarga
baru tersebut kita akan senantiasa mengikuti terlebih dahulu segala nilai-nilai
yang berlaku di dalamnya. Jika menolak maka kita berhak untuk memutuskan tidak
menjadi bagian keluarga tersebut. Sangat berbeda saat kita dilahirkan, kita
tidak bisa memutuskan untuk lahir ataupun tidak dimuka bumi ini.
Bagi saya sendiri pola
kaderisasi berbeda-beda di setiap perguruan tinggi. Ada yang menanam bibit
nilai-nilai dengan metode andragogi karya Paulo Freire. Ada pula yang menanam
bibit nilai dengan games-games yang akan melatih pikiran, mental dan tenaga, ada pula yang menanamkan kaderisasi layaknya
seorang prajurit militer, ada yang mengabungkan semuanya atau mungkin terdapat
metode lain yang belum saya sebutkan disini.
Selama proses kaderisasi
tak jarang kita akan menemui seorang pembicara visinoner dengan
menceritakan idealisme, fungsi maupun
peran mahasiswa. Sebagai seorang masih buta dengan dunia kampus tentunya hal
tersebut sangat mengagumkan. Mungkin kita akan bertanya-tanya entalah dari mana
pembicara visioner mengambil inspirasi. Apakah
dari proses petualangan membaca buku-buku, ataukah memang telah mengalaminya
secara langsung. Atau bisa jadi hanyalah doktrin yang terun-temurun disampaikan
tanpa sama sekali memahami esensinya.
Oke, terlepas dari itu
semua bagi penulis bagaimanapun metode kaderisasi yang dilakukan dalam sebuah
organisasi, saat kita memilih untuk ikut serta dalam sebuah keluarga berarti
saat itulah kita berani untuk mengambil sebuah tanggung jawab. Sangat
disayangkan apabila seorang yang katanya kaum intelektual, mengikuti kaderisasi
hanyalah karena mayoritas belaka. Apalagi karena perasaan takut berbeda.
Seorang intelektual bagi penulis harus mampu merevolusioner dirinya sendiri.
Di kampus penulis sendiri
kaderisasi untuk masuk dalam sebuah organisasi adalah keharaman bagi birokrasi.
Apabila terbukti melakukanya akan mendapat sanksi berupa skorsing hingga drop out. Padahal tidak sepatutnya di
tempat paling berpendidikan, malahan seseorang dimatikan karakter dan
kreativitasnya. Karena melarang dan menghukum bukanlah sebuah solusi yang benar-benar
bijaksana untuk kaum terdidik.
Bagi penulis sendiri
melarang seseorang berorganisasi tak ada bedanya dengan zaman kolonialisme
dahulu. Dan barangsiapa membenci organisasi berarti dia membenci kemerdekaan
indonesia saat ini. Sudah seharusnya pendidik berlaku adil sejak dalam pikiran
apalagi dalam perbuatan ( Silahkan baca tetralogi Pramoedya).
Catatan : Tulisan
hanyalah sebuah pandangan penulis belaka tidak untuk memaksakan setiap pembaca
setuju setiap tulisan, dan sekali lagi penulis tidak mengeneralkan suatu
pokok permasalahan yang ada ( MOHON DIPAHAMI MAKSUDNYA ).
Sumber gambar : https://malindoo.wordpress.com
Hidup pergerakan bangsa Indonesia !!!!
ReplyDeleteHidup
Delete