Namaku Rei
Namaku Rei
Cerpen #1
Perkenalkan namaku Rei aku akan menjadi tokoh utama dari
cerita ini. Aku tinggal di bagian timur Indonesia di sebuah pedesaan yang
sederhana mengelilingi perkebunan kelapa sawit.
Aku adalah seorang remaja kelas dua Sekolah Menengah Atas (SMA).
Seperti biasa hari ini aku pergi ke sekolah jam 06.00 wita. Sebenarnya jalan menuju
sekolahku tidak jauh dari rumah hanya 150 meter saja.
Tapi jalanan yang berdebu
membuat jarak itu menjadi jauh untuk berjalan kaki. Tapi mau bagaimana lagi aku
belum diberikan izin oleh orang tuaku untuk mengendari motor butut yang ada di
rumah.
Pagi ini truk-truk itu kembali ramai lagi, ada yang sudah
terisi penuh kelapa sawit dan ada pula yang baru menuju perkebunan dengan bak
truk yang masih kosong saja. Mereka melewati jalanan yang biasa aku lalui
ketika menuju sekolah.
Truk-truk itu melewatiku begitu saja, membuat debu
disepanjang jalan bertebaran ke mana-mana “Ah, truk sialan kenapa pula mereka
harus mengganggu pagiku seperti ini” aku mengumpat dalam hati.
Sebelum ke sekolah aku mampir di rumah temanku dulu, mereka
adalah Keke dan Anton. Rumah mereka saling berdekatan sehingga ketika aku
datang mereka berdua akan bersamaan keluar.
“Anton jangan lupa salaman ke bapakmu dulu di belakang sana”
teriak ibunya yang sedang menjemur pakaian
Setelah salaman Anton dan Keke pun berlari menjemputku
Anton “Kau belum mencuci pakaian sekolahmu yah, berdebu
sekali” diikutii gelak tawa mereka berdua
“Kau seperti bukan
tinggal di kampung sini saja, siapa lagi yang melakukannya kalau bukan
truk-truk sialan itu yang mondar-mandir mengangkut hasil bumi yang ada di
kampung kita”
Keke hari ini tidak banyak bicara, dia hanya diam dan
memperhatikan aku dan Anton yang ngobrol di sepanjang jalan.
Kami mengobrol
banyak hal mulai dari kekalahan pertandingan sepak bola melawan kampung sebelah kemarin
hingga mata pelajaran sejarah yang akan membosankan pagi ini.
Sesampai di sekolah kami lalu buru-buru menyimpan tas di
dalam kelas. Bel sekolah sudah di pukul berkali-kali oleh pak Ihsan tertanda
upacara akan dimulai.
Setelah semua siswa berbaris dengan rapi, upacara pun di
mulai.
Lagu Indonesia Raya berdengung memenuhi langit sekolahku
saat sang sakah merah putih akan dikibarkan
Tangan hormat hingga bendera sampai penghujung tiang
Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Keke yang sedari tadi perjalanan ke sekolah diam-diam kini
bersuara tepat ketika dia menurunkan tangan dari kepalanya
“Hei Rei, Apakah Kita sudah Merdeka?”
“Tentu saja, hari ini kita tidak berperang lagi kan untuk
mengusir penjajah”
“Apakah kamu mengganggap merdeka ketika kita tak lagi
berperang”
“Ya jelaslah”
“Apakah kau masih merasa merdeka ketika kau terpenjara di
kampung mu sendiri”
“Maksud kamu?”
“Lihat saja tadi pagi, ketika truk-truk itu lewat dan
menghepaskan debu ke baju sekolahmu kamu tetap diam saja kan, tak berani
melawan dan tak bisa berbuat apa-apa” lanjut Keke
“Yah, bagaimana lagi saya tidak punya kemampuan untuk
melawan mereka, toh sebagian dari mereka adalah orang dari kampung sini juga”
“Tapi tak sadarkah kau Rei, aku tanya ke bapakku kemarin
katanya jalanan yang kita lalui setiap hari dari dulu hingga sekarang tak pernah
sekalipun merasakan aspal”.
Aku terdiam lalu berpikir sejanak, apa sebenarnya merdeka
itu. Setiap senin aku menyanyikan lagu Indonesia yang selalu di tutup dengan
bait-bait merdeka. Tapi ketika di tanya keke aku merasa belum paham seutuhnya
Anton yang sedari tadi tidak ikut nimbrung ke pembicaraan
kami tiba-tiba menyikut ku
“Kalian lagi bicara apa sih?”
“Perhatikan kepala sekolah lagi berpidato, nanti kalian
dipanggil dari barisan untuk maju menemani
kepala sekolah berpidato” ungkap anton dengan nada ketus
Tampak dari kejauhan, Pak Supratno ber api-api menyampaikan bahwa
kami adalah penerus bangsa Indonesia yang akan kelak memipin negeri ini.
Oleh
karena itu kita harus selalu merasa merdeka apalagi terhadap diri sendiri.
Setelah beberapa menit berpidato upacarapun berakhir, semua
siswa-siswi di sekolahku langsung bubar mengisi kelas, kantin, dan WC.
Saat menuju kelas aku berjalan di belakang Anton dan Keke
sembari berpikir
Apa maksud dari Keke tenang merdeka ?
Kenapa pula jalanan dari dulu tak pernah di aspal ?
Apa maksud kepala sekolah dari memerdekan diri sendiri ?
Ah, pagi ini membuatku bingung saja karena tak dapat menjawab pertanyaan itu
Bersambung. . . . . . . . . .
Penasaran lanjutannnya, terus berkarya bro, ditunggu lanjutannya
ReplyDeleteSiap broku
Delete